Senin, 12 Desember 2011
The Frankenstone
The Frankenstone adalah sebuah band “autis punk rock” dari Yogyakarta. Band ini terkenal dengan aksi panggung brutal gitarisnya, Putro, yang melibatkan lead-lead agresif, disusul menjatuhkan diri di panggung, beputar-putar di lantai panggung dan menginjak-nginjak senar sambil bernyanyi.
Sejarah
The Frankenstone terbentuk pada November 2007 di Yogyakarta. Pada awalnya, band ini terdiri dari Kusuma Prasetyo Putro (gitar, vokal) dan Gisela Swara Gita Andika (bass). Putro adalah gitaris mumpuni di kota Yogyakarta dan sudah bergabung dengan berbagai band di kota ini. Sedangkan Gisa belum pernah bermain sekalipun di dalam sebuah band dan bahkan tidak dapat memainkan instrumen apapun sebelumnya. Maka di bulan-bulan awal, pasangan ini hanya berlatih secara akustikan di kamar Putro atau di rumah Gisa. Gisa berlatih dengan 4 senar terbawah gitar akustik Yamaha milik Putro. Mereka juga telah membuat dua buah lagu, Fever dan Leave Me a Radio. Fever diciptakan Putro, menceritakan tentang penyakit sinusitisnya yang menahun. Sedangkan Leave Me a Radio diciptakan Gisa yang sedang iseng-iseng menggabungkan kosa kata bahasa Inggris barunya secara sintaksis tapi tanpa rangkaian yang semantis.
Dengan modal dua lagu ini, mereka mencari seorang drummer untuk diajak masuk studio latihan. Gisa mengontak teman lamanya, Nino, untuk menjadi drummer. Dengan Nino, Gisa dan Putro menciptakan 2 lagu lagi, yaitu The Pink dan When I’m Getting Old. Bersama Nino juga, mereka tampil di beberapa pertunjukan perdana mereka yang jarang sekali sukses. Mereka banyak memainkan lagu-lagu Nirvana sehingga banyak yang mengira mereka band grunge. Pada masa-masa ini, nama The Frankenstone sudah ditetapkan. Putro dan Gisa juga membuat logo orang-orangan sawah membawa salib. Mereka bertiga merekam keempat lagu perdana mereka pada Juni 2008, dan dirilis sebagai EP Authentic Bluffer!!! Nino keluar dari The Frankenstone setelah ini.
Gisa dan Putro menyebarkan EP Authentic Bluffer secara gratis kepada sejumlah radio, media lokal, dan komunitas musik di Yogyakarta. Mereka juga mulai menulis fanzine For The Dummies, untuk media promosi mereka. The Frankenstone masuk studio lagi dan mulai mengerjakan lagu-lagu baru seperti You’ll Never Know, Ain’t Talking About You, dan Youthful Culture bersama drummer baru, Dito Yuwono. Dia adalah seorang jurnalis media musik lokal dan sahabat Putro sejak SMP. Akan tetapi, Dito keluar setelah beberapa bulan dan digantikan oleh Jaka, seorang drummer jazz dari ISI yang pernah ngeband dengan Putro di sebuah band ska. Dengan Jaka, Gisa dan Putro membuat dua lagu lagi, Spend Away dan Don’t Mess With the Time Bomb, Baby. Kelima lagu itu direkam pada November 2008. Dengan 4 lagu terdahulu di Authentic Bluffer!!!, The Frankenstone melempar 9 lagu tadi ke komunitas-komunitas lokal secara gratis sebagai EP Don’t be Sad, Don’t be Gloom, The Frankenstone is Ugly. Lagu-lagu ini juga dimasukkan ke blog Jogja Berdikari oleh Adya Mahardika sehingga bisa didownload secara gratis.
Putro, Gisa, dan Jaka mulai sering bermain di gig-gig kecil di Bunker Café, Yogyakarta. Walaupun mereka harus membayar untuk bisa tampil, pengalaman mereka di Bunker Café membawa mereka ke audiens yang lebih luas. Gaya panggung Putro yang brutal juga mulai terkenal dari sini. Pada akhir 2008, mereka masuk majalah DAB sebagai band yang berprospek di tahun 2009. Mereka juga sign kontrak dengan Blunt Edge Records di Amerika Serikat untuk merilis album mereka di sana. Lagu Spend Away juga masuk kompilasi DIY in DIY rilisan Rise ‘n Shine Records. Akan tetapi, tak lama kemudian Jaka yang tidak menikmati punk meninggalkan The Frankenstone.
Karena ditinggalkan drummernya, Putro dan Gisa tampil akustik di beberapa kampus setiap kali mereka harus manggung. Dengan dibantu Aink, seorang sahabat yang pandai memainkan keyboard, harmonika, dan tamborin, mereka menggarap lagu-lagu punk The Frankenstone menjadi versi akustik. Mereka juga membawakan banyak lagu-lagu The Beatles, Cheap Trick, dan Culture Club. Putro juga rajin merekam beberapa lagu akustik di rumah secara home recording, yaitu In My Bed Tonight, Longway to Nowhere, Float, dan Beat Box Rock.
The Frankenstone banyak berganti-ganti drummer pada masa ini. Mereka mengirim pesan ke banyak band di myspace untuk meminjam drummer. Akhirnya mereka mendapatkan Rinus, drummer Tripping Junkie, untuk berlatih dengan mereka. Dengan Rinus, mereka mulai mengaransemen lagu-lagu seperti I Got a Problem with My Health, I Try to be a Good Boy but I’m Fucked, Can’t Take it Anymore, dan Uncomercialized Prostitute. Mereka bertiga manggung dengan sangat sukses di Apollo Café, di acara launching kompilasi DIY in DIY. Sayangnya, Rinus yang juga punya band sibuk tidak dapat membantu The Frankenstone lebih jauh.
Untungnya, saat menghadiri sebuah play performance dari drummer Gerap Gurita, Putro dan Gisa bertemu dengan Jeje, seorang drummer freelance yang sedang tidak sibuk dengan band manapun. Setelah diminta, Jeje setuju untuk mencoba latihan dengan mereka. Mereka latihan lagu-lagu baru itu dengan hasil memuaskan, lalu segera manggung di sebuah gig di Jalan Kaliurang. Mereka mengerjakan beberapa lagu lagu yaitu Come Back Home Lonely Boy dan Ordinary Love Song, lalu segera rekaman lagi pada Juni 2009. 6 lagu itu digabungkan dengan 13 lagu lainnya, dan pada Agustus 2009 segera dirilis sebagai album perdana mereka, Don’t Be Sad, Don’t Be Gloom, The Frankenstone is Ugly. Secara digital, album ini juga dirilis di netlabel lokal, Yesnowave.
Personil band
Putro
Putro adalah gitaris dan vokalis yang menjadi motor band ini. Dia menulis dan mengaransemen lagu, perencana haluan band, dan bos besar band. Dia sudah bermain gitar dan mendengarkan musik punk sejak SMP. Sebagian besar lirik lagu The Frankenstone ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya. Topik yang sering diangkat adalah penyakit sinusitis menahunnya yang muncul di Fever, I Got a Problem with My Health, dan When I’m Getting Old. Gitar cokelatnya yang sering dia aniyaya di panggung adalah buatan SP Guitars Yogyakarta dengan pickup bridge DiMarzio PAFF classic dan pickup neck Seymour Duncan Vintage for Telecaster.
Gisa
Selain menjadi bassis dan backing vokalis, Gisa adalah asisten front man yang sangat ideal. Walau kemampuan bermusiknya sangat jauh di bawah Putro dan Jeje, dia sudah berkembang banyak selama 1,5 tahun ini dalam bermain bass. Dia menyatakan tidak akan mendalami bermain bass dan hanya bersedia ngeband untuk The Frankenstone. Mahasiswi Sastra Inggris kutu buku yang bercita-cita jadi penerjemah ini menjadi penyunting struktur kalimat dan gaya bahasa untuk lirik-lirik The Frankenstone. Setelah album pertama mereka keluar, dia juga merangkap jadi SPG yang agresif semenara Putro yang menjadi cukongnya karena menurut filsafat Putro, bassis wanita adalah penjual yang potensial. Bass merahnya dia beli di Gramedia Book Store lalu dipasangi EMG MMHZ pickup.
Jeje
Drummer yang satu ini adalah produk ideal anak band masa kini. Dengan postur tinggi kurus, hidung sangat mancung, dan rambut lurus alami tanpa rebonding idaman para penjaga distro, Jeje adalah sosok rock ‘n roll 2009 yang sangat cocok duduk di kursi drummer The Frankenstone. Dia sudah bermain drum sejak SMP, dan seperti Putro, dia juga telah banyak bergabung dengan band-band lokal. Ketukan-ketukannya adalah yang paling “Frankenstone” menurut Putro dan Gisa, dan dia juga satu-satunya drummer yang oke-oke saja melihat tingkah Putro dan Gisa di studio. Dia juga adalah salesman yang pandai menjual album. Kelebihannya yang lain yang tidak dipunyai drummer-drummer sebelumnya adalah, dia menyukai lagu-lagu The Frankenstone sebelum dia bergabung dalam band ini.
Penampilan di Panggung
Sejak pertunjukkan The Frankenstone yang paling pertama di Taman Kuliner, atraksi “goyang kayang” dan menjatuhkan diri ala Putro sudah terjadi. Atraksi gitaris kejang-kejang ini diadaptasi dari, tentu saja, Kurt Cobain, dan Angus Young. Seiring berjalannya waktu, variasi koreografi Putro semakin beragam, termasuk memainkan gitar dengan kaki sementara dia menyanyi yang biasanya dia lakukan saat mereka membawakan lagu Youthful Culture. Dia juga sering menjatuhkan microphone, memanjat drum, dan juga mengambil stick drum cadangan lalu memukuli simbal.
Pada bulan-bulan pertama band berjalan, Gisa begitu malu dan takut salah sehingga dia tidak bisa menyanyikan backing vocal sementara dia memainkan bass. Dia bahkan hampir tidak bergerak selama manggung walaupun Putro memainkan gitar sampai jungkir balik di panggung yang sama. Namun sekarang dia sudah mulai nyaman dengan bassnya dan sudah lumayan dapat menyanyikan backing vocal. Dia masih sering salah-salah kunci, tapi penonton tidak peduli karena penampilan Putro lebih mencuri fokus.
Jeje yang baru bergabung selama setengah tahun bermain dengan baik kecuali kalau sedang galau, grogi, atau tidak hapal lagu. Bagaimanapun, kalau di tengah-tengah lagu ada yang salah, biasanya mereka berhenti bermain dan lagu tadi diulang lagi dari awal. Kelebihannya adalah melepaskan topi dengan stick drum di tengah-tengah lagu tanpa kehilangan tempo.
Band ini tidak pernah merokok dan minum alkohol di panggung. Mereka biasanya membawa air putih atau susu ke atas panggung. Walau begitu, ini tidak ada hubungannya dengan straight edge.
The Frankenstone jarang sekali berinteraksi dengan penonton selama manggung. Mereka langsung memainkan lagu tanpa kata-kata dan turun panggung tanpa pamitan juga. Akan tetapi, mereka sudah berniat akan lebih berkomunikasi di hari-hari mendatang.
Diskografi
EP Authentic Bluffer!!! (2008 – self release)
Kompilasi DIY in DIY (2009 – Rise and Shine Records)
LP Don’t be Sad, Don’t be Gloom, The Frankenstone is Ugly (2009 – For The Dummies Records, Yesnowave.com, Blunt Edge Records)
Daftar Lagu:
01. beat box rock
02. spend away
03. don’t mess with timebomb
04. you’ll never know
05. fever
06. leave me a radio
07. ordinary love song
08. the pink
09. I try to be a good boy but I’m fucked
10. ain’t talkin’ about you
11. i got a problem with my health
12. can’t take it anymore
13. uncomercialized prostitute
14. when i’m getting old
15. come back home lonely boy
16. youthful culture
17. in my bed tonight
18. longway to nowhere
19. float
Live Shows
22 Maret 2008: acara regular Taman Kuliner
5 April 2008: acara keluarganya teman kami di sebuah kampung di Solo.
14 Juni 2008: Honda Beat di Amplas
15 Oktober 2008 : di Bunker bersama Joko Problemo
6 November 2008 : pembuka 97 Shiki, band hardcore punk dari Chicago di Dennis Lounge, Seturan.
19 November 2008: di Bunker bersama Joko Problemo
10 Desember 2008: Tribute to The Ramones, Bunker
25 Februari 2009 : Rock Rock Rock!!! Di Bunker
1 Mei 2009 : Kominfest FISIP UAJY, akustikan
2 Mei 2009 : Arsitek UAJY
7 Mei 2009 : TI UAJY, akustikan
8 Mei 2009 : Launching kompilasi DIY in DIY di Appollo café, Seturan
27 Mei 2009 : Nonton bareng Final Liga Champion di Score Futsal.
21 Juni 2009 : Studio Gig Lockstock di Studio Pengerat, Pringwulung.
Juli 2009: Studio Gig Kongsi Jahat di Studio Pengerat, Pringwulung.
Juli 2009 : Into Your Screen I, Yobel Studio
Agustus 2009 : Ngabuburit Jetis Punk.
2 Oktober 2009 : Interview dan acoustic performance di Kriboduction, Prambors.
8 Oktober 2009 : Into Your Screen II, RMP Studio.
10 Oktober 2009 : Rock Siang Bolong ISI Bantul.
14 Oktober 2009 : Locstock Fest
4 Desember 2009 : JAC di Monjali.
20 Desember 2009 : Rise Up part2, Kebumen.
26 Desember 2009 : tunangan Dandun – Windu (akustik)
31 Desember 2009 : CUPS New Year’s party
31 Januari 2010 : Launching DAB special edition
14 Februari 2010 : Exhibition Room, JEC
16 Februari 2010 : Locallization, Boshe
20 February 2010 : akustikan angkring square
14 Maret 2010 : Sinjitos records Lantai Merah Tour, Liquid
14 Mei 2010 : Rock Siang Bolong, Jogja National Museum, Yogyakarta
23 Mei 2010 : The Parade Goes to Semarang, Thamrin Square, Semarang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar