Senin, 12 Desember 2011

The Frankenstone for For The Dummies Zine #3


entah apa yang ada di pikiran kami waktu itu, Gisa hanyalah cewek belasan tahun yang belum tahu apa-apa dan Putro adalah cowok duapuluhan tahun yang menggebu-gebu mengejar mimpi jadi rockstar. Akhirnya mereka melahirkan For the Dummies zine yang legendaris itu, dengan wawancara fiktif kepada diri sendiri demi promosi band. Silakan menikmati kebolehan mereka melawak secara sarkastis di bawah ini.

Wawancara Eksklusif dengan
The Frankenstone
Dumb: Banyak yang bilang kalian ini cuma band penggertak, pencela, omong besar, tukang bohong. Aku cuma pengen tau kenapa kalian mainin musik kaya gitu?
Frank: Oh terima kasih buat pujiannya… Kami emang seperti itu kok. Kalian gak tau kalau The Frankenstone itu cuma band fiktif kan? Siapa tau? Kami kan cuma band stiker.
Tentang musik kami, kenapa simpel? Kenapa minim lirik? Ya karena kami memang cuma dianugrahi memori otak yang sedikit, thanks God!!! Cuma tinggal tancepin gitar ke ampli, volumenya di setel pol, tambahin distorsi buat nutupin fals, udah deh tinggal teriak-teriak… yang penting heavy!! Hehehe….”The reason we play rock is because we’re not depressed maniac like you but, rock helps us fight our evils!!!!”
Dumb: Lalu kenapa kalian ga mainin rock yang lebih heavy?dengan solo gitar yang panjang dan vocal yang melengking?
Frank: Kalian mau jawaban bohong atau jujur?
Dumb: Yang bohong dulu.
Frank: Karena kami ga berambut gondrong ikal dan bertampang menyebalkan seperti Yngwie Malmsteen, hehehe…. Orang-orang seperti itu cuma sedang bermasturbasi di fingerboard, aku jadi kasian ma mereka karena ga bisa dapet pasangan dan harus bemasturbasi. Kalo kita udah bisa menyampaikan perasaan dengan power chord ngapain harus belajar sweep picking arpeggio hueksssyeaks itu? kita kan ga bisa seenaknya mengekploitasi jari kita?? kasian kan jari kita sudah kerja keras untuk menulis, menggelitik vagina, ngupil, mengelus-elus penis, cebok, makan, dll…
Dumb: Yang jujur?
Frank: Kami ga bisa mainin kaya gitu, hehehe….jadi itu tadi cuma jawaban orang yang ngiri.
Dumb: Oke kenapa kalian ga maini musik blues aja? kan gampang tu chord nya?
Frank: Kalian tau ga syarat khatam main blues? Kamu harus udah pernah merasakan tinggal di Missisipi tahun 1940-an dalam kemiskinan dan penderitaan, merasakan buruknya rasisme!!!! Hehehehe…
Dumb: Kenapa ga maini musik folk pa country aja?
Frank: Kami tu suka musik folk ma country. Tapi… kalau kami main musik kaya gitu kami merasa sedang menghibur di panti jompo yang semua penontonnya duduk di kursi roda, memakai sweater tebal, berkacamata plus, pakai alat bantu dengar, dan pakai popok karena mengalami disfungsi pada alat pembungan mereka. Kami gak mau aja merasa tua.…
Dumb: Kenapa ga mainin Brit Pop ?
Frank : Kali ini kalian yang goblok, kenapa juga kami mainin British Pop ? Wong kami tinggal di Indonesia, ntar namanya jadi Indon pop dong, ntar kaya Kangen Good Band itu??males ah….
Dumb: Kenapa kalian ga mainin reggae aja?
Frank: Ayolah, Dumb, kami ini tingal di tengah kota, mana bisa kami nyeritain tentang bermalas-malasan di pantai sambil ngeganja…. yang kami liat tiap hari cuma orang sibuk, asap mobil, polusi pabrik, ayah mukulin anak…. Hehehe… Eh nggak deng, wong Gisa sebenarnya additional Mamborasta dan Putro juga di The Playbois, heheh…
Dumb : Hmm… terus kenapa kalian nggak mainin disko?
Frank : Ted Nuggent pernah bilang musuh terbesar rock ‘n roll adalah synthesizer. Karena itulah disko merupakanmusuh terbesar rock ‘n roll.
Dumb: Kenapa kalian nggak mainin Emo aja?
Frank: Hwahahah…. Nggak pernah kepikiran tuh kami menjadi banci kayak gitu!
Dumb: Ah males ngobrol ma kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar